Judul Buku: Wealth and Power : Cina’s Long March To The
Twenty-First Century
Penulis : Orville Schell dan John Delury
Masih gak percaya akhirnya
selesai juga baca buku yang tebel ini mengingat hampir 80% waktu baca buku ini
adalah di kamar mandi sambil buang hajat. Sedikit demi sedikit akhirnya selesai
juga. Sebelum membahas sedikit cerita soal isi buku ini, mau ceritakan dulu
kenapa akhirnya saya membeli buku ini.
Seperti yang kita tahu, negara
Republik Rakyat Cina atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengalami kemajuan
yang sangat pesat, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknologi yang menjadikan
RRT sebagai kekuatan baru disamping Amerika Serikat. Mendengar cerita-cerita kenalan-kenalan
saya yang menjelaskan bahwa RRT pada tahun 1945an mengalami kondisi yang kurang
lebih sama dengan Indonesia membuat saya ingin tahu, Mengapa dan bagaimana RRT
bisa berubah? Apa yang terjadi? Proses apa yang dilakukan?
Pada Oktober 2014 saya pergi ke
Surabaya untuk menonton HUT TNI ke 69. Pada saat pulang ke jakarta, di Bandara
Ir. Djuanda, saya mampir di salah satu toko waralaba buku. Pada bagian
buku-buku diskon saya melihat buku bercover merah ini. Akhirnya saya melego
buku dengan harga yang lumayan miring hehe. Agak minder pada awalnya karena
bukunya cukup tebel dan terlihat berat dan
karena keminderan tersebut saya sempet “menyimpan buku ini” di rumah hingga terlupakan
sampai 2 tahun. Baru pada 2016 saya teringat lagi dan mulai baca buku ini.
RESENSI
Buku “Wealth and Power : Cina’s
Long March To The Twenty-First Century” yang ditulis oleh Orville Schell and
John Delury memaparkan tentang sejarah RRT hingga menjadi negara seperti saat
ini. Titik awal bahasan buku ini adalah yaitu adalah masa kekalahan kekaisaran Cina
kepada Inggris saat perang Candu (Opium War). Peristiwa tersebut dianggap sebagai
periode “Humiliation”/Penghinaan dan titik terendah dari bangsa Cina. Perang
Candu dimulai ketika Kerajaan Inggris mengalami neraca defisit pada perdagangan
dengan Kekaisaran Cina. Maka dari itu, untuk “mengimbangi” neraca tersebut,
Inggris menjual Candu kepada Cina. Dengan banyaknya masyarakat yang
ketergantungan maka membuat perdagangan Candu meningkat. Masyarakat yang
kecanduan membuat berbagai permasalahan sosial dan kesehatan dll terjadi. Sadar kondisi rakyatnya dirugikan, maka
kekaisaran Cina mencoba menutup penjualan impor Candu dari Inggris. Namun
Inggris yang tidak terima dengan keputusan tersebut membuat Inggris mengancam
akan mengirim pasukan Militer untuk mendudukan sebagian wilayah Cina. Perang
Candu pun terjadi. Dengan militer yang modern dimasanya, Inggris dapat
mengalahkan Cina dan memaksa mereka untuk menandatangi perjanjian Nanjing dan
Tianjin dengan Inggris pada tahun 1842 yang membuat perdagangan Candu di Cina
tetap diperbolehkan. Perjanjian ini pula yang mengakibatkan lepasnya wilayah
Hong Kong ke Inggris. Perjanjian tersebut dianggap sebagai kehormatan terendah
dari bangsa Cina. Ditambah kekalahan perang dari Jepang pada Perang Tiongkok-Jepang
1990an.
Periode yang memalukan tersebut membuat para pemikir-pemikir
Cina mulai mencoba memikirkan bagaimana
bangsa Cina agar dapat bangkit kembali, bangkit dalam artian dapat kembali
makmur dan memiliki kekuasaan (Wealth and Power) sehingga bangsa lain tidak
semena-mena. Usaha kebangkitan yang diutarakan oleh para pemikir-pemikir (yang
hidup dalam beberapa generasi, yang satu dan lainnya menjadi inspirasi
masing-masing) seperti Wei Yuan, Sun Yat Sen, Liang Qi Chao, Feng Gui Fen, Ci
Xi dll. Usaha untuk menggagas perubahan
tersebut beragam. Ada yang mengagas untuk mempelajari seluruh hal dari
musuhnya, yaitu Inggris (yang lucunya disebut “Orang Barbar” oleh orang Cina)
dan kemudian meniru seluruh sistem politik, ekonomi dan budaya yang ada di
Barat. Ada pula yang menggagas sistem politiknya tetap tetapi metode dan cara
berpikirnya ala barat. Gagasan lainnya adalah perlunya kemandirian dalam segala
bidang khususnya menguasai teknologi persenjataan dari Barat dll.
Namun usaha-usaha tersebut terganjal oleh budaya
masyarakatnya yang cenderung ortodox (sebagai akibat dari sistem politik dan
Budaya kekaisaran dan nilai-nilai konfusians) berabad-abad sehingga menghambat perubahan
dan hal-hal baru, inovasi dan sebagainya. Timbul gagasan untuk membentuk “masyarakat
Cina yang baru”. Singkat cerita, pada kekaisaran Cina berubah menjadi Republik
Rakyat Tiongkok pada masa pemerintahan Partai Komunis yang dipimpin oleh Mao
Zedong yang berideologi sosialisme, komunis, Leninisme mencoba untuk mengubah
budaya masyarakat Cina dengan melakukan Revolusi Budaya (Cultural Revolution)
pada tahun 1966-1971 dengan mencoba menghancurkan apa saja yang berbau budaya Cina
lama, sistem feodalistik dan pembagian kelas. Kebijakan ini ternyata menyebabkan
mundurnya keadaan ekonomi.
Pemimpin pasca Mao Zedong mencoba mengkoreksi
kebijakan-kebijakan Mao Zedong agar dapat kembali sesuai menuju RRT yang Kaya
dan Besar (Wealth and Power). Para pemimpin dan pemikir sepakat bahwa percuma
jika ideologi komunis tercapai, tetapi kesejahteraan rakyatnya tidak tercapai.
Kesejahteraan rakyatnya dipandang lebih utama. Sehingga muncullah kebijakan
yang sampai saat ini masih berjalan, yaitu Sistem Politik tetap komunis
(dipimpin oleh partai komunis, sentralistik dan tidak menggunakan sistem
Demokrasi) tetapi sistem ekonomi menggunakan sistem kapitalisme dan beberapa
kebijakannya mengadopsi dari negara-negara barat. Sistem kapitalisme ini
membuat negara-negara lain berlomba-lomba berinvestasi di RRT yang membuat
ekonomi di RRT bergerak. Dengan perbaikan bertahap, maka kini RRT menjadi salah
satu kekuatan politik, ekonomi dan militer didunia.
Komentar
Posting Komentar