Masih dalam rangka 100 tahun Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa bulan yang lalu. Banyak teman-teman yang menuliskan pengalaman-pengalaman saat masuk kampus tersebut. Terinspirasi dari itu, gw pun juga ingin sedikit menuliskan cerita gw menuju kampus. Semoga belum basi.
SMA
Sebelum langsung cerita tentang saat pengumuman kelulusan, gw sedikit flashback ke kelas 1 SMA. Ketika SMA, berkaca dari nilai-nilai akademis gw yang medioker dan cenderung papan bawah, khususnya di pelajaran IPA, gw sudah menginginkan suatu saat kuliah tidak lagi bertemu dengan Fisika, Kimia, Matematika dan Biologi. Waktu naik kelas 2 pun gw sudah di "vonis" masuk IPS karena nilai gw tidak cukup masuk IPA. Namun karena ada beberapa yang mengundurkan diri dari kelas IPA, maka gw ditawarkan lagi masuk IPA. Gw sebetulnya tidak mau, namun ayah gw meyakinkan untuk masuk IPA agar nanti saat pemilihan jurusan bisa fleksibel (jalur IPC, ilmu pengetahuan campuran). Jadilah gw masuk IPA.
Masa kelas 2 dan 3, gw tidak cukup berkesan secara akademis. Yang gw ingat hanya remedial alias ujian ulang karena selalu dibawah standar 70 (SMAN 28 Jakarta menerapkan standar 70) dan pengalaman berkegiatan ekstrakulikuler di OSIS/MPK, Pecinta alam (URAL) dan Unit Kesenian (Musik). Karena itu, ketika mulai memikirkan jurusan kuliah, gw udah netapin pengen jurusan yang minim bersinggungan dengan pelajaran IPA nya dan banyak berhubungan dengan seni (kebetulan gw suka gambar, video dan musik).
Pilihan gw adalah Arsitektur dan Desain Komunikasi Visual. Arsitektur gw pilih karena ayah dan ibu gw merupakan lulusan Arsitek. Ayah gw juga menjadi praktisi arsitek sehingga lumayan tahu sedikit dunia per-arsitekan. DKV gw kenali dari sepupu gw yang kuliah di jurusan tersebut. Jadi gw tetapkan Arsitektur dan FSRD (karena tahun 2007 tidak bisa langsung milih jurusan, milih fakultas, tahun ke 2 baru bisa milih jurusan sesuai nilai).
ITB tentunya menjadi kampus yang gw tuju karena selain terkait reputasi dan jurusan yang dituju, keluarga besar gw beberapa alumni kampus tersebut. Kakek, Bebeberapa pakde bude hingga kakak gw lulusan kampus di jalan ganesha tersebut. Kakak gw juga masih kuliah ketika itu, jadi sedikit banyak tahu tentang kampus tersebut.
UI jadi kampus idaman kedua. Selain karena kampus tersebut almamater bokap nyokap gw dan pernah sekali dua kali ikut kesana saat ada acara maupun saat nyokap gw ngirim naskah tesis, UI sudah cukup familiar bagi gw karena saat SMA sering kesana untuk latihan fisik pada kegiatan pecinta alam.
Jadilah gw
coba beragam skenario untuk masuk kuliah :
1. Ikut Ujian Mandiri
ITB
2. SPMB
3. Jalur Universitas Swasta
Untuk menuju jurusan
tersebut gw mengikuti 2 jenis bimbingan belajar (Bimbel). yang pertama, bimbel
pelajaran konvensional di Prosus Inten Fatmawati dalam rangka mempersiapkan UN
dan SPMB, yang kedua adalah bimbel gambar di Bintang Merah di Kalibata untuk
mempersiapkan tes gambar untuk masuk Arsitektur dan FSRD ITB.
Ujian Mandiri ke 1
Usaha
pertama gw dilakukan dengan ujian mandiri ITB dengan mendaftar pada jurusan
Arsitektur dan FSRD. Tes
ini dilakukan ditengah semester dan ketika itu ujiannya dilakukan dibeberapa
kota, termasuk Jakarta. Gw ikut tes yang di Al-Izhar Pondok Labu Jakarta
Selatan. Saat tes ini gw cukup gugup dan kaget dengan menantangnya tes
psikologi, skolastik dan tes gambarnya. Pulang tes gw inget banget sangat
lesu, kepala pening.
Beberapa minggu kemudian, pengumuman muncul dan hasilnya : TIDAK LULUS. Kecewa? Tentu. Karena hasil tersebut menghancurkan rencana gw yang ingin bersantai sejak tengah semester karena = kepastian kelulusan ITB, sehingga sisa semester gw bisa fokus hanya untuk belajar buat lulus UN. "Gw kayaknya emang gak layak masuk ITB" muncul di pikiran gw karena beberapa teman ada yang lulus, dan yang tidak lulus ada rekomendasi "anda gak lulus, tapi coba lagi di jurusan X". Sementara gw cuman hasilnya "Tidak Lulus".
Ujian Mandiri ke 2
Menjelang akhir semester ada kesempatan Ujian Mandiri ke 2 yang diselenggarakan di Bandung. gw sedikit merubah rencana, ujian mandiri difokuskan untuk ujian masuk FSRD sementara SPMB fokus untuk arsitek.
Ujian mandiri FSRD dilaksanakan di kampus ITB. Gw gabung bersama rombongan siswa Bintang Merah, berangkat bareng naik Bus sewaan dan menginap di sebuah hotel di jalan Gandasari. Excited sekali rasanya ketika itu. Seru, bisa sempet jalan-jalan disekitaran BIP, kampus dan sebagainya. Ujian pun gw jalani dengan cukup rileks. Ujian gambar dan lain-lain lumayan dijalani dengan lancar. Beres tes, gw dijemput bokap.
PENGUMUMAN
Beberapa minggu (atau bulan) setelah ujian mandiri ke 2 itu, tibalah pengumuman. Gw inget banget momen pengumuman kelulusan masuk ITB. Gw lagi di bimbel prosus Inten. Di jeda antar pelajaran, para siswa heboh "wah pengumuman ITB sudah ada" dan mulai pada mengecek di komputer yang tersambung internet di bimbel tersebut. Mulai keder juga gw ada siswa bimbel lainnya yang "Damn, gw gak lolos". Ada juga yang "Alhamdulillah".
Tibalah saatnya gw. Tegang beudh. Masukin nomor ujian. Dan... "Selamat anda lulus ujian mandiri " *lupa detailnya apa, intinya mengumumkan gw lulus. Kaget, dan setengah gak percaya. Gw lihat lagi layar, beneran lulus.
Terus gw nelpon nyokap. "Mah udah ada pengumuman. aku lulus ITB ". jawaban nyokap "Beneran kamu? masa sih, bohong kamu, coba cek lagi” dengan nada kaget. Karena takut salah ngasih info, gw cek lagi di internet, Alhamdulillah beneran lulus, bahkan gw save screenshot nya ke Flash disk 128 MB gw (entah masih ada atau tidak screenshotnya). Terus gw telp nyokap lagi "Mah udah aku cek lagi, beneran lulus". Terus nyokap gw nangis haru sambil mengucapkan syukur alhamdulillah. Gw jadi ikut leleh juga, cuman untung gak sampe nangis disitu. Setelah itu bokap gw juga nyelametin. Gak lama, kakak gw nelpon "cie mahasiswa ITB". Setelah pengumuman itu gw tetep ikut kelas bimbel persiapan SPMB. Di kelas itu gw rada di Bully haha. “ngapain lo masih ikut kelas”, “pulang sana lo” *tentunya dengan maksud bercanda. Setelah itu gak inget gimana, tetapi yang gw inget perasaan lega saat pulang dari bimbel.
Momen ini menjadi unik karena sehari sebelumnya gw baru dapat pengumuman tidak lulus dari ujian DKV di sebuah universitas swasta. Selain itu, SPMB pun gak jadi ikut walau formulirnya udah beli. Waktu itu gw inget juga nilai tes try out SPMB gw di bimbel mulai naik. Jadi kalau gagal di ujian mandiri, gw mulai percaya diri untuk menghadapi SPMB. Tetapi gw tetep merasa beruntung tidak harus ikut SPMB.
Beberapa minggu
kemudian, daftar ulang dilakukan dan seterusnya hingga masuk kuliah.
PENUTUP
Sampai sekarang gw masih merasa masuk ITB bukan karena kemampuan gw, tapi lebih kepada keberuntungan, doa dari orang tua dan rahmat dari Allah swt. Rasanya masih banyak orang lain yang lebih pantas. Kalau mengingat masa-masa di kampus, gw selalu bersyukur karena diberi kesempatan dapat belajar beragam ilmu, baik akademik (kuliah desain produk) maupun non akademik (berorganisasi dan belajar Islam) dan bertemu dengan orang-orang hebat untuk bertukar pikiran dan saling menginspirasi.
Komentar
Posting Komentar