Langsung ke konten utama

Tjokroaminoto Sang Guru Bangsa : “Avenger”nya Kisah Tokoh Pejuang Kemerdekaan



Sebagai salah satu penikmat kisah-kisah sejarah, saya menggemari buku-buku sejarah yang membahas tentang para pendiri bangsa seperti Soekarno, Mohammad Natsir, Mohammad Hatta dll. Film-film bertema sejarah seperti “Soekarno: Indonesia Merdeka”, “Sang Pencerah”, “Sang Kiai” pun tak luput saya nikmati. Ketika mendengar perilisan film “Tjokroaminoto : Sang Guru Bangsa” pun dengan antusias langsung menyempatkan diri menonton film tersebut. Adapun tokoh Tjokroaminoto  tidak terlalu saya ketahui selain dari buku mini biografi tokoh pejuang tersebut versi Tempo, menjadi nama jalan dan merupakan salah satu guru dari proklamator Indonesia, Soekarno. Berikut ini sinopsis film dan opini penulis.


SINOPSIS
Tjokroaminoto (Reza Rahadian) yang lahir sebagai anak dari pegawai pemerintah mulai merasa gelisah ketika melihat rakyat Indonesia disebuah perkebunan kapas ditindas secara semena-mena oleh pemerintahan kolonial Belanda. Cerita pun berlanjut ketika Tjokro dididik di pesantren dan selalu mengingat perkataan gurunya bahwa seseorang harus selalu Hijrah. Hijrah dalam artian pindah dari tempat yang buruk ke tempat yang lebih baik, atau pindah dari pola pikir buruk ke pola pikir yang baik dan seterusnya.  Meski Tjokro ketika menjadi pemuda telah bekerja dengan pemerintah Belanda sebagai pegawai administrasi perkebunan kapas, ia tidak dapat menutupi rasa kesalnya terhadap kesewanangan Belanda dan pada akhirnya ia diberhentikan karena dianggap bertindak membangkang. Meski mendapat tentangan dari mertuanya yang merupakan pegawai negeri, Tjokro pun memutuskan pindah ke berbagai kota untuk mencari jawaban-jawaban dari permasalahan di tanah air. Pada akhirnya ia pun memutuskan tinggal di Surabaya yang merupakan lokasi strategis dari perjuangan mencapai kemerdekaan. DI kota inilah ia menemui berbagai orang-orang yang kelak menjadi tokoh-tokoh penting pergerakan kemerdekaan Indonesia melalui organisasi Sarekat Islam untuk memperjuangkan Indonesia yang adil dan sejahtera. Ia pun  berjuang secara politik, ekonomi maupun media bersama  beberapa tokoh dan “anak-anak didiknya” seperti Agus Salim, Musso, Semaun, Kusno (Soekarno) dll. Cobaan berat dan pasang surut pun ia hadapi. Ditangkap berkali-kali oleh pemerintah Belanda, tuduhan sebagai kaki tangan Belanda dan kisruhnya Sarikat Islam harus ia hadapi dalam memperjuangkan tujuan mulia tersebut.

OPINI
Dengan durasi yang cukup panjang (3 jam), film ini berhasil menggambarkan keadaan sosial, budaya dan politik secara cukup mendetail pada masa tersebut. misalnya dengan memperlihatkan seorang tokoh yang pada awalnya selalu tunduk ketika berhadapan dengan orang Belanda, dan setelah mendengar pidato Tjokro tentang manusia yang setara, tokoh tersebut mulai tidak membungkuk terhadap Belanda. Latar (setting) dari film ini pun disusun cukup apik seolah benar-benar seperti pada masa tahun 1920-an. Kemudian, film ini seolah menjadi “Avenger”nya film bertema sejarah kemerdekaan RI karena dibintangi oleh artis-artis terkenal seperti Reza Rahadian, Chelsea Islan, almarhum Didi Petet, Christine Hakim, Sudjiwo Tedjo dan lain-lain. Berbagai tokoh perjuangan tenar seperti Agus Salim, Musso, Semaun dan Kusno (Soekarno) yang saling berinteraksi, bekerja sama hingga beberapa diantaranya berpisah jalan pun diperlihatkan pada film ini layaknya film "Avenger" yang mempersatukan tokoh Captain America, Iron Man, Hulk dan Thor. Selain itu Berbagai adegan dan dialog menitipkan berbagai pesan yang dapat dijadikan renungan oleh para penonton dan masih relevan dengan keadaan terkini, seperti adegan musyawarah Sarekat Islam yang memperlihatkan belum dewasanya masyarakat membuat musyawarah kontraproduktif dan hanya ajang mempertarungkan ego saja yang berujung pada makin menurunnya pengikut Sarekat Islam. Tentunya hal ini relevan dengan kondisi perpolitikan di tanah air kita tercinta ini. Selain itu, performa Reza Rahadian sebagai Tjokro (seperti biasa) apik seperti performa pada film "Habibie dan Ainun" sebagai tokoh Habibie, "Emak ingin naik haji" dll. 

Namun ada beberapa hal yang membuat film ini cukup sulit dinikmati oleh penulis. Berlimpahnya tokoh tokoh figuran membuat penulis kehilangan fokus cerita. Kemudian padatnya pesan yang disampaikan pada film ini membuat film ini terasa terlalu “berat” ditambah dengan alur maju mundur yang kadang membingungkan hingga dinamika film yang terasa datar. Sehingga 3 jam terasa sangat lama tanpa ada klimaks film. Prediksi penulis, meski film ini berpotensi besar mengenalkan tokoh dan pemikiran para pejuang bangsa, disayangkan, besar kemungkinan film ini tidak terlalu disukai kebanyakan orang dibanding film “Sang Pencerah” dan “Soekarno: Indonesia Merdeka” garapan Hanung Bramantyo dan “Sang Kiai” garapan Rako Prijanto. Mungkin Sutradara Garin Nugroho perlu sedikit lebih “mengkomersilkan” gaya perfilman hehe.  

Pada akhirnya, film ini sangat membuka mata penulis tentang betapa susahnya para tokoh perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia baik hambatan dari penjajah Belanda maupun antar bangsa Indonesia.  Seharusnya kemerdekaan yang telah dicapai oleh para tokoh pejuang tidak kita sia-siakan hanya dengan bermalas-malasan tetapi berusaha kerasa untuk terus membangun Indonesia yang penuh permasalahan menjadi lebih baik, adil dan sejahtera.

Salah satu adegan Tjokro (Reza Rahadian) dan tokoh keturunan indobelanda (Chelsea Islan)


Tjokro saat adegan pidato. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Camp On Farm : Melihat Langsung Proses Pengolahan Biji Kopi

Berawal dari sebuah obrolan singkat dan diajak oleh seorang teman, saya memutuskan untuk mengikuti acara  Camp on Farm yang diadakan  Agritektur (sebuah komunitas yang concern di bidang pangan. CMIIW ) . Camp on Farm telah diadakan beberapa kali sebelumnya dengan mengunjungi berbagai lokasi pengolahan bahan makanan. Kini Camp on Farm yang  diadakan pada tanggal 21-22 Juni 2014 mengunjungi sebuah Kebun Kopi di Gunung Puntang, Jawa Barat. Melalui acara ini kita diajak untuk melihat secara langsung proses pembuatan kopi dari mulai pemetikan hingga penyajian di atas meja makan. Sebetulnya saya bukan seorang Coffee Geek yang tau mana bedanya kopi enak dan enggak (wawasan saya cuman luwak white coffe aja haha). Namun, berlandaskan keingintahuanlah yang membuat saya ikut. Hari I  Setelah sekitar 2 jam perjalanan dari Bandung menggunakan minibus, kami disambut oleh beberapa orang yang tergabung dalam koperasi bernama Klasik Beans Cooperative . Dan ternyata koperas...

Movie Review: ZIPANG (Anime Version)

cover manga Zipang Note: Spoiler alert Jarang-jarang saya membaca karya fiksi Jepang. Zipang menjadi satu dari sedikit fiksi jepang yang saya baca. Awalnya hanya iseng baca komiknya. Tetapi karena menarik saya melanjutkan beberapa jilid. Namun karena komik Zipang susah ditemui, hanya ditemui di rental komik yang sekarang susah curi-curi waktu kesana, maka saya coba beralih ke media lain. Ternyata Zipang ada animenya. Mulai lah saya mendownload 26 episode anime ‘Zipang”. Tapi memang sayangnya animenya tidak sepanjang versi komiknya. *semoga ada season 2 nya huhu.  Cerita... Sebetulnya, Zipang memiliki premis cerita yang cukup konyol yaitu “Sebuah kapal perang modern Pasukan Bela Diri Maritim Jepang (JMSDF/Japan Maritime Self Defense) entah gimana mengalami perjalanan waktu dan terjebak di Tahun 1941 ketika Perang Dunia 2 berkecamuk.  Premis ceritanya mirip film holywood lawas berjudul “Final Countdown”.  JDS Mirai (nama kapal perang Jepang modern tersebut) d...

Sifat-Sifat Nobita Yang Mungkin Ada di diri Kita dan Perlu Kita Hindari

Tentunya saya adalah pembaca dan penggemar komik Doraemon. Membaca komik mungkin buat sebagian orang adalah kegiatan yang sia-sia. Padahal kita dapat mengambil berbagai pelajaran di dalamnya. Terutama sifat manusia yang lemah. Mungkin kita pernah mengalami apa yang dirasakan karakter Nobita. Dan kadang kita menertawakan (dengan satir) perasaannya Nobita. Sifat-sifat karakter Nobita adalah kombinasi dari sifat-sifat yang perlu kita hindari, khususnya kita sebagai Muslim : )   Apa saja? mari kita bahas:  1. Pemalas dan Mental Instan Sifat malas akan selalu berorientasi kepada hasil, bukan proses. Nobita selalu "apa-apa Doraemon, apa-apa Doraemon" dan selalu mengharapkan hasil terbaik tetapi tanpa niat yang kuat,   berusaha semaksimal mungkin dan gak mau mikir. Ya susah atuh kayak gini mau sukses. (sambil jleb). Kerjaannya gini......... Ketika mencoba serius teralihkan untuk yang gak-gak Tapi harapan hasilnya pengen tinggi, jadinya...... Syarat...