Salah satu bagian dari kepimpimpinan (leadership) adalah pengambilan keputusan (Decision making). Pengambilan keputusan buat gw merupakan hal yang paling sulit dilakukan. Mungkin ada faktor gw waktu kecil terlalu manja dan mengandalkan orang lain untuk mengambil keputusan. Akibatnya pengambilan keputusan menjadi hal-hal yang sampai saat ini masih “dilatih” terus. Sebetulnya dari kecil gw udah dilatih soal pengambilan keputusan sama orang tua gw dengan berbagai cara.
Tapi
momen yang sampai sekarang gw inget soal latihan pengambilan keputusan di hidup sekolah adalah ketika masa SMA. Waktu SMA (Gw di SMA 28 Jakarta), sekitar tahun 2006-an
kelas 2 gw mengikuti kegiatan unit kesenian yang berjudul “Kolaborasi Unit
Kesenian SMA 28”, sebuah pertunjukkan teater yang digabungkan dengan kesenian
lain seperti musik, band, vocal group. Pertunjukkan ini dipandu oleh pelatih
kami yang bernama mas Herry W. Nugroho dan penata musik (kalau tidak salah)
bernama mas Aryo. Saya ikut sebagai pemain Keyboard dibagian music back sound
dan band untuk mengisi beberapa adegan teater tersebut. Sekitar 2 bulan
sebelumnya, tim kami dibentuk dan mulai dilatih. Latihan ini cukup intensif serta menyita
energi dan pikiran karena memang harus menggabungkan lintas kesenian. Jadwal
latihan kami setelah pulang sekolah dan kadang memakai hari sabtu.
Di masa
itu, gw juga sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti rencana naik gunung
keluar bersama Ayah, Kakak dan Sepupu gw. Tujuannya adalah Gunung Gede di Cisarua/Cipanas.
Gunung yang kami idam-idamkan untuk didaki bersama. Rencana ini sudah lama
sebetulnya, karena usaha terakhir gagal karena baru tahu prosedur baru bahwa
naik gunung tersebut harus melalui izin dulu sebelumnya.
Singkat
cerita, gw baru sadar bahwa jadwal antara pertunjukkan teater dan naik gunung
ternyata berdekatan. Setelah latihan musik berminggu-minggu, muncullah jadwal
gladikotor dan gladiresik (latihan total terakhir di venue. Venuenya sebetulnya
di ruang audio visual yang tidak terlalu besar). Kalau tidak salah,
gladikotornya hari senin, gladiresiknya hari selasa dan pertunjukkannya hari Rabu
seharian. Tapi sabtu dan minggu sebelumnya tetap ada latihan untuk memperlancar
pertunjukkan kami. Sementara
jadwal naik gunungnya adalah Jumat, Sabtu dan Minggu sebelum jadwal gladikotor
tersebut.
Sehingga gw
dihadapkan dalam 2 pilihan yang menurut gw waktu itu sulit. Gw pengen
pertunjukkan gw berhasil, rapih dan memuaskan. Tapi gw juga pengen naik Gunung
Gede sama keluarga gw, soalnya udah lama banget pengen kesana. Kalau gw ikut
naik gunung, gw jadi gak ikut latihan jumat sabtu minggu, dan mungkin fisik dan
fokus gw akan terkuras sehingga gladikotor, gladiresik dan pertunjukkan akan
tidak maksimal.Kalau gw
gak ikut naik gunung, gw gak enak ama bokap, kakak dan sepupu gw udah janji dan
sempat siap-siap.
Karena
bingung gw waktu itu menghadap ke pelatih gw, mas Herry. Gw ceritakan kondisi
yang gw alami tersebut. Gw juga nanya, gimana misalnya gw ikut naik gunung dan
gak ikut latihan Jumat, Sabtu Minggu. Gak inget mas Herry jawab gimana
detailnya, tetapi kurang lebih adalah begini :
“ Itu balik
lagi keputusanmu, Be. Tapi balik lagi itu keputusanmu dan gw bakal menghargai apapun
keputusan lo.”
Jawaban bijak mas Herry tersebut sebetulnya dengan ekspresi keenganan sehingga menyiratkan bahwa dia gak mau gw naik gunung dan fokus untuk latihan sampai beres karena tanggung jadwal pertunjukkan yang semakin dekat. Itu momen yang
menurut gw gak terlupakan, Gw pun jadi mulai bingung dan kepikiran saat pulang latihan.
Dengan
segala pertimbangan, beberapa hari kemudian gw memutuskan untuk membatalin keikutsertaan naik gunung
bersama keluarga dan fokus untuk ikut latihan sampai selesai. Pertimbangan utama gw adalah bahwa pertunjukkan ini adalah
kerja tim. Apalagi di bagian musik ini ada beberapa part gw handle. Kalau gw
gak ada atau mainnya jelek maka akan sangat berpengaruh kepada tim dan
pertunjukkannya. Sementara naik gunung bisa dibilang ada gak ada gw sebetulnya
gak masalah. Lebih ke gak enak aja. Pas gw bilang gitu, tentu saja ada rasa
kecewa dari bokap dan kakak gw. Tapi akhirnya mereka menghargai keputusan gw.
Momen berat
berikutnya adalah ketika keluarga gw siap-siap berangkat naik gunung. Rumah gw jadi base camp
keberangkatannya. Sepupu gw dari Bandung juga ke rumah gw dulu di Jakarta buat
ngumpul dan siap-siap sehari sebelumnya. Ngiler mas bro ngeliatin orang mau
naik gunung! Ngiler liat lagi pada packing dan ngebayangin keindahan gunung
Gede. Yah itulah konsekuensi dari keputusan yang gw ambil, harus menunda dulu hasrat untuk naik gunung.
Jumat pagi mereka berangkat. Alhamdulillah
lancar dan selamat sampai minggu.
Gw pun
ngelanjutin ikut latihan hingga gladikotor dan gladiresik. Alhamdulillah hasil
jerih payah kami terbayarkan. Pertunjukkan kami yang dilakukan 2 putaran pada hari Rabu cukup rapih dan berhasil, seluruh tim juga puas. Para penonton dari kalangan
siswa, tamu dan orang tua pun juga mengapresiasi positif penampilan kami. Menyenangkan
sekali! Kalau ada kebodohan ya gw lupa ngundang orang tua gw. Khususnya nyokap gw.
Baru ingetnya pas dijemput nyokap. “kamu abis ngapain bawa-bawa keyboard?”. “Abis
pertunjukkan ma. Kolaborasi seni gitu”. “Loh kok mama gak diundang?”. Padahal
itu salah satu pertunjukkan terseru gw di masa SMA dan orang tua boleh nonton.
(Sayang sekali gw gak punya dokumentasi foto maupun video dari pertunjukkan tersebut)
Kira-kira
begitulah salah satu cerita pengambilan keputusan di hidup gw. Itu sangat
berkesan banget, khususnya kaitannya dalam urusan memimpin diri sendiri. Memang pada akhirnya setiap keputusan akan ada enak dan gak enaknya. Mengambil keputusan
buat gw sampai sekarang memang suatu hal yang cukup menantang (kalau gak mau
dibilang sulit). Tapi gw selalu teringat pesan nyokap gw “Hidup itu adalah
ngambil keputusan. Pasti ada konsekuensinya. Gak bisa nyenengin semuanya”. Itu
jadi hal yang selalu gw inget ketika dihadapkan keputusan-keputusan sulit. Selain
memang berdoa kepada yang Maha Pemberi Petunjuk untuk diberikan ilham untuk
memilih keputusan yang terbaik.
After
Credit:
Alhamdulillah
beberapa bulan kemudian gw bisa juga naik Gunung Gede bersama temen-temen
Pecinta Alam SMA (URAL 28). Memang Gunung Gede sangat luar biasa!
Beberapa
tahun kemudian, Alhamdulillah juga akhirnya Gw, Bokap, Nyokap (walau gak sampe
puncak) dan Kakak gw bisa naik gunung bersama untuk pertama kali. Bukan ke
Gunung Gede, tapi ke Gunung Rinjani di Pulau Lombok, NTB.
Cuman ada 1 foto ini aja di memory komputer gw. Kualitasnya VGA pula. Latihan saat Gladiresik |
Puncak Gunung Gede, bersama teman-teman URAL, 2006 |
Gunung Rinjani bareng Keluarga, 2008 |
Komentar
Posting Komentar