Langsung ke konten utama

Belajar Leadership dari “Band of Brothers”

Leadership (kepemimpinan) menjadi salah satu topik yang gw perhatikan sejak sekitar 5 tahun terakhir. Sebetulnya mungkin jauh sebelum itu. Alasan gw tertarik bukan karena gw tipikal “leader banget” gitu, tapi justru gw defaultnya kurang banget jiwa kepemimpinannya. Karena itu gw selalu coba belajar untuk bisa meningkatkan kapasitas kepemimpinan gw.

Tiba-tiba timbul pertanyaan dalam otak gw, kapan ya gw mulai tertarik, atau setidaknya aware bahwa ada topik atau ilmu soal leadership? TK, SD rasanya gw gak banyak terpapar karena gw gak ikut paskibra dan sebagianya. Paling sempet tahu sedikit kalau bokap gw memimpin perusahaannya sendiri. Terus juga paling gw sempet inget gw pertama kali jadi pemimpin upacara adalah saat SD. Atau tahu kalau tim bola ada kaptennya. Tapi tetap gak ngerti esensinya. Setelah gw inget-inget lagi, kayaknya gw mulai aware sekitar SMP. Bukan dari kegiatan sekolah, bukan dari buku, tapi dari mini-series yang gw tonton, yaitu “Band of Brothers”

Bagi pecinta film-film action-perang, serial tersebut pasti sudah tidak asing. Serial yang diadaptasi dari buku ini menceritakan kisah nyata Pasukan Payung (Paratroop) US Army, 506th Pararchute Infantry Regiment. Dulu awal mula nonton juga karena sebelumnya tahun 1998 sudah ada film Saving Private Ryan. Setelah itu gw dan waktu itu bareng kakak gw selalu berburu film-film perang, salah satunya Perang Dunia 2. Rasanya dulu gw dan kakak gw sempat lihat sekilas di TV hotel saat liburan, abis itu nyari film apa nih. Suatu saat sedang lihat-lihat di toko kaset, Dapet lah 1 paket seluruh serial VCD “Band of Brothers”. Mulai lah kami nonton satu persatu. Series ini diproduseri oleh 2 tokoh terhomat holywood, yaitu Steven Spielberg dan Tom Hanks yang keduanya sempat bekerja sama dalam film Saving Private Ryan.

Menurut gw, series ini menarik dan sedikit berbeda dari film-film perang yang pernah ditonton (setidaknya sampai saat itu, karena memang wawasan film kami tidak banyak, ya masih SMP-SMA). Aksi-aksi peperangan tentu saja menjadi elemen utama dari serial film ini. Tapi disamping itu, juga diangkat kisah-kisah pilu, bertahan hidup, persaudaraan, kemanusiaan. Dan yang tak kalah penting adalah tentang leadership. Serial ini cukup banyak mengangkat dengan baik topik tersebut. Walaupun dalam institusi militer, menurut gw tetap relevan dengan kehidupan sipil.

Dalam peperangan tentu saja pasukan memiliki pemimpin dan anggota. Pemimpin bertugas untuk menentukan, mengarahkan dan mengambil keputusan, serta mengelola anggota dalam mencapai kesuksesan misi militernya. Anggota bertanggung jawab dalam melaksanakan arahan, keputusan dan harus bekerjasama untuk menyelesaikan misi.

“Easy Company”, sebutan untuk Kompi E, yang menjadi fokus utama, sepanjang serial, dari awal pelatihan hingga berakhirnya Perang Dunia ke 2, telah dipimpin dengan berbagai jenis karakter. Dari yang terbaik hingga terburuk. Terlepas dari seberapa akurat serial ini memvisualisasikan karakter yang diambil dari dunia nyata, kita dapat mengambil berbagai pelajaran.

Pada awal-awal pelatihan,  Easy Company dipimpin oleh Herbert Sobel, yang digambarkan galak, kasar, suka mencari-cari kesalahan anggotanya, tetapi buruk dalam navigasi darat dan mengambil keputusan saat latihan pertempuran. Sehingga Capt. Sobel tidak bertahan lama, diturunkan pangkatnya dan dimutasi.

Setelah itu, Easy Company dipimpin oleh Richard Winters (menggantikan lt. Meehan yang hilang saat penerjunan D- Day). Winters digambarkan merupakan “true leaders” dalam sejarah Easy Company. Pemberani, cepat dan tepat mengambil keputusan, pandai mengelola pasukan, serta tegas dalam menangani anak buah yang mulai ngeyel dan membahayakan tim, tapi di satu sisi juga empati terhadap anak buahnya. Berbagai misi sukses selama di pimpin Winters sehingga membuatnya ia naik jabatan untuk memimpin Batalion.

Setelah Winters naik jabatan, Easy Company diganti oleh “orang luar” yang bernama Lt. Dike. Dike digambarkan pemimpin yang buruk. Inkompeten, selalu menghilang, tidak peduli dan tidak berbaur dengan pasukannya. Puncaknya saat sebuah misi penyerbuan ia “Blank” dan mencari-cari kesalahan anggotanya sehingga misi menjadi kacau. Di tengah kekacauan itu, Winters menunjuk orang baru, Ronald Speirs untuk memimpin Easy Company. Walau orang luar, Speirs di hormati oleh pasukan Easy Company karena keberanian dalam bertempur, mengambil keputusan dan ketegasannya, meski dia sering diomongin dibelakang karena pernah ada skandal membunuh tawanan Nazi yang sudah menyerah. Cerita itu jadi gosip yang entah benar entah tidak (ini jadi bagian lucu dari salah satu episode).

Ada hal menarik lainnya. Tentu saja kita selalu menganggap true leader itu seperti Winters dan Speirs. Tapi ada satu lagi yang dianggap menjadi “unofficial leader” / pemimpin yang tidak resmi di Easy Company. Saat pimpinan tidak kompeten Lt. Dike bertugas, ada satu prajurit yang terus mencoba untuk mempersatukan, mengangkat moral dan semangat, mengingatkan prajurit-prajurit yang mulai ngaco, serta menyampaikan aspirasi pasukan ke Lt. Dike, yaitu tokoh Carwood Lipton. Karena jasanya tersebut ia diangkat untuk menjadi asisten dari Ronald Speirs. Dia dianggap memiliki jiwa kepemimpinan oleh Winters, walaupun Lipton sendiri tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan adalah bentuk dari kepemimpinan.

Di salah satu episode sempat juga dibahas, siapa yang kira cocok untuk menggantikan pimpinan-pimpinan yang telah naik jabatan atau tewas. Dan ternyata tidak mudah. Ada prajurit yang perangnya jago, tapi dia gak suka mimpin, ada yang suka nge-blank saat baca peta, ada yang cocok tapi terlalu dekat ke sesama rekannya dan dianggap kurang wibawa, ada yang terlalu serius sehingga gak dapet respect dari rekannya.

Dari serial itu, baru tahu bahwa leadership sangat menentukan keberhasilan dari sebuah organisasi, disamping kualitas anggotanya dan ketersediaan logistik / fasilitas yang baik. Kemudian, ternyata suksesi kepemimpinan / memilih pimpinan sangat sulit karena banyak sekali variabelnya, baik karakter calonnya atau kecocokan dengan karakter tim yang akan dipimpinnya.

Entah ada hubungannya atau tidak, sejak SMA hingga kuliah gw mulai aktif berorganisasi dan mencoba belajar jadi pemimpin. Sekarang pun masih coba belajar walau lebih banyak baca buku dan nonton video dan aplikasinya di kantor. 

Demikian, Jadi teman-teman kalau mau sedikit belajar Leadership secara santai bisa nonton series ini.  


Referensi

 https://en.wikipedia.org/wiki/Band_of_Brothers_(miniseries)

https://www.youtube.com/watch?v=lGnLulWwmx0


Easy Company dalam series "Band of Brothers" (sumber : HBO)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Camp On Farm : Melihat Langsung Proses Pengolahan Biji Kopi

Berawal dari sebuah obrolan singkat dan diajak oleh seorang teman, saya memutuskan untuk mengikuti acara  Camp on Farm yang diadakan  Agritektur (sebuah komunitas yang concern di bidang pangan. CMIIW ) . Camp on Farm telah diadakan beberapa kali sebelumnya dengan mengunjungi berbagai lokasi pengolahan bahan makanan. Kini Camp on Farm yang  diadakan pada tanggal 21-22 Juni 2014 mengunjungi sebuah Kebun Kopi di Gunung Puntang, Jawa Barat. Melalui acara ini kita diajak untuk melihat secara langsung proses pembuatan kopi dari mulai pemetikan hingga penyajian di atas meja makan. Sebetulnya saya bukan seorang Coffee Geek yang tau mana bedanya kopi enak dan enggak (wawasan saya cuman luwak white coffe aja haha). Namun, berlandaskan keingintahuanlah yang membuat saya ikut. Hari I  Setelah sekitar 2 jam perjalanan dari Bandung menggunakan minibus, kami disambut oleh beberapa orang yang tergabung dalam koperasi bernama Klasik Beans Cooperative . Dan ternyata koperasi yang beranggotaka

MEMPERTAJAM KONSEP DESAIN DENGAN DESIGN REQUIREMENT & CONSTRAINT (DRC)

Catatan: Bukan tulisan ilmiah. Jadi mungkin gak valid buat bahan referensi karya tulis ilmiah Masih perlu dilengkapi sumber referensi                                     Pengaplikasian teori pada tulisan ini sangat kondisional, tergantung jenis produk, kondisi perusahaan dan lain-lain. Mungkin dalam kondisi tertentu keseluruhannya bisa dilakukan, atau sebagian saja. Sebagai sebagai desainer (khususnya desainer produk) mungkin anda pernah mengalami situasi kebingungan ketika anda ditugaskan oleh atasan/klien anda untuk mengembangkan suatu produk tanpa arahan yang jelas, umumnya arahannya hanya "buatin dong konsep desain yang bagus yang keren", "buatin dong desain yang bisa laku dipasar"dan sebagainya. Akibatnya, desain yang diinginkan tidak memiliki arah yang cukup jelas sehingga desainer menjadi terlalu "liar" dalam membuat konsep dan mungkin terjebak dalam eksplorasi bentuk dan sketsa saja. Akibatnya, desain dari sejak konsep me