Langsung ke konten utama

Mulai Nulis Buku Harian Lagi

Awal tahun ini gw memulai lagi satu kegiatan yang gw udah tinggalin lama banget, yaitu nulis buku harian. Terakhir mungkin gw nulis buku harian sekitar jaman kuliah. Nulis di buku harian dulu gw lakukan sejak SD untuk mencurahkan segala perasaan gw, sedih, marah, konyol dan sebagainya. Karena mungkin gw orangnya tidak terlalu ekspresif dan cenderung introvert membuat gw butuh penyaluran, buku harian jadi pilihan supaya otak tetep "waras". 

Karena kesibukan jaman kuliah, membuat gw mulai meninggalkan kegiatan tersebut. Memasuki dunia pasca-kampus (kerja dan sebagianya) barulah gw langsung menghadapi "dunia nyata" yang penuh lika-liku yang menempa pikiran, hati, mental dan fisik. Entah karena mungkin terjadi penumpukan kepenatan membuat gw kerap "stress tiba-tiba". Gak mau mikirin hal yang bikin kesel, tapi tiba-tiba selalu muncul di otak gw di waktu yang tidak seharusnya. Sempet diskusi sama istri, apa perlu ya ke psikolog. Tapi entah gimana gak pernah terjadi. Dan sampe kelupaan. 

Sampe ketika di kantor ada sharing session tentang "Mental Health", jadi aware lagi soal ini. Dari diskusi itu dipaparkan berbagai aspek-aspek dari kesehatan mental. Salah satunya tentang "berdamai dengan diri sendiri" dan "berbicara dengan diri sendiri". Intinya, beberapa aspek gangguan kesehatan mental bukan hanya dari eksternal, tapi dari internal. Salah satu metode untuk berbicara dan berdamai dengan diri sendiri adalah bisa dengan meditasi, ambil waktu sendiri untuk mengatur napas sambil mengosongkan pikiran. Tentu saja metode ini selalu susah buat gw karena mungkin gw orangnya imajinatif, jadinya selalu muncul macem-macem di pikiran gw haha. Metode berikutnya adalah menulis. Menuliskan di buku harian secara jujur tentang perasaan yang sedang dihadapi dapat juga menjadi pilihan metode. 

Nah dari sini gw jadi kepikiran terus. Kayaknya memang gw kurang "ngobrol sama diri sendiri dan berdamai". Memang beberapa tahun terakhir gw fokus nulis buat ngeluarin pengetahuan yang gw punya agar dapat di baca orang lain. Tapi Gak pernah nulis untuk "ngobrol sama diri sendiri".Kalau nulis buat publik kan gak bisa mengutarakan seluruh perasaan, nah kalau nulis di buku harian kan cuman gw ama buku gw doang tahu, dan gak perlu di posting, di internet. Gw milih metode konvensional, pulpen dan buku. Supaya ngelatih motorik gw lagi yang keseringan komputer dan gadgetan. 

Setelah nulis ini lagi di buku harian, emang baru sadar sih beberapa hal yang kadang bikin gw stress. Yang pertama,  karena menyangkal (denial) perasaan genuine gw . Perasaan ya gak bisa ditipu sih, kesel ya kesel. Kalau gak bisa menunjukkannya ya terkonversi jadi hal lain seperti penyakit, kurang konsentrasi dan sebagainya. 

Yang kedua, adalah gak menghargai diri sendiri. Emang default gw tuh gak pede. Jadi sering menyalahkan diri. Kenapa ya gw gak bisa kayak gitu? kenapa ya gw keren kayak tu orang? kenapa ya kenapa ya kenapa ya kenapa ya lainnya. Padahal ya lo ya lo. Ada kelebihan dan kekurangan. Harus jujur ngaku ya kelemahan lo ini dan kelebihan lo ini. Gak bisa disamakan dengan orang lain. Kemudian, kurang menghargai diri sendiri ini juga dalam bentuk kurang mengapresiasi achievement yang gw dapat. Gw selalu ngerasa "halah achievement lo gak ada apa2nya". Padahal ini penting. achievement sekecil apapun harus "dirayakan" minimal ama diri lo sendiri. 

Kira-kira gitu. Memang gak langsung sekejap beres urusan stressnya. Minimal dengan menulis di buku harian bisa meregangkan urat syaraf dan segala pikiran lo bisa dikeluarin. Kadang perlu ruang untuk mengeluarkan isi pikiran yang publik gak perlu tahu. Cuman lo doang yang tahu. 

Barangkali ada temen-temen dengan kasus serupa, bisa mulai dicoba dengan menulis buku harian. 

Semoga bermanfaat!










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Camp On Farm : Melihat Langsung Proses Pengolahan Biji Kopi

Berawal dari sebuah obrolan singkat dan diajak oleh seorang teman, saya memutuskan untuk mengikuti acara  Camp on Farm yang diadakan  Agritektur (sebuah komunitas yang concern di bidang pangan. CMIIW ) . Camp on Farm telah diadakan beberapa kali sebelumnya dengan mengunjungi berbagai lokasi pengolahan bahan makanan. Kini Camp on Farm yang  diadakan pada tanggal 21-22 Juni 2014 mengunjungi sebuah Kebun Kopi di Gunung Puntang, Jawa Barat. Melalui acara ini kita diajak untuk melihat secara langsung proses pembuatan kopi dari mulai pemetikan hingga penyajian di atas meja makan. Sebetulnya saya bukan seorang Coffee Geek yang tau mana bedanya kopi enak dan enggak (wawasan saya cuman luwak white coffe aja haha). Namun, berlandaskan keingintahuanlah yang membuat saya ikut. Hari I  Setelah sekitar 2 jam perjalanan dari Bandung menggunakan minibus, kami disambut oleh beberapa orang yang tergabung dalam koperasi bernama Klasik Beans Cooperative . Dan ternyata koperasi yang beranggotaka

Belajar Leadership dari “Band of Brothers”

Leadership (kepemimpinan) menjadi salah satu topik yang gw perhatikan sejak sekitar 5 tahun terakhir. Sebetulnya mungkin jauh sebelum itu. Alasan gw tertarik bukan karena gw tipikal “ leade r banget” gitu, tapi justru gw defaultnya kurang banget jiwa kepemimpinannya. Karena itu gw selalu coba belajar untuk bisa meningkatkan kapasitas kepemimpinan gw. Tiba-tiba timbul pertanyaan dalam otak gw, kapan ya gw mulai tertarik, atau setidaknya aware bahwa ada topik atau ilmu soal leadership ? TK, SD rasanya gw gak banyak terpapar karena gw gak ikut paskibra dan sebagianya. Paling sempet tahu sedikit kalau bokap gw memimpin perusahaannya sendiri. Terus juga paling gw sempet inget gw pertama kali jadi pemimpin upacara adalah saat SD. Atau tahu kalau tim bola ada kaptennya. Tapi tetap gak ngerti esensinya.  Setelah gw inget-inget lagi, kayaknya gw mulai aware sekitar SMP. Bukan dari kegiatan sekolah, bukan dari buku, tapi dari mini-series yang gw tonton, yaitu “Band of Brothers” .  Bagi pecint

MEMPERTAJAM KONSEP DESAIN DENGAN DESIGN REQUIREMENT & CONSTRAINT (DRC)

Catatan: Bukan tulisan ilmiah. Jadi mungkin gak valid buat bahan referensi karya tulis ilmiah Masih perlu dilengkapi sumber referensi                                     Pengaplikasian teori pada tulisan ini sangat kondisional, tergantung jenis produk, kondisi perusahaan dan lain-lain. Mungkin dalam kondisi tertentu keseluruhannya bisa dilakukan, atau sebagian saja. Sebagai sebagai desainer (khususnya desainer produk) mungkin anda pernah mengalami situasi kebingungan ketika anda ditugaskan oleh atasan/klien anda untuk mengembangkan suatu produk tanpa arahan yang jelas, umumnya arahannya hanya "buatin dong konsep desain yang bagus yang keren", "buatin dong desain yang bisa laku dipasar"dan sebagainya. Akibatnya, desain yang diinginkan tidak memiliki arah yang cukup jelas sehingga desainer menjadi terlalu "liar" dalam membuat konsep dan mungkin terjebak dalam eksplorasi bentuk dan sketsa saja. Akibatnya, desain dari sejak konsep me